Halaman

EMPOWERMENT OF LIFE

Rabu, 24 April 2013

Solidaritas dalam Jemaat Perjanjian Baru (Part 1)



Solidaritas dalam Jemaat Perjanjian Baru

Martin Harun, OFM

Paham solidaritas tiga puluh tahun lalu (1980) tiba-tiba menjadi hal yang membingungkan karena mencuat keluar sebagai lawannya bukan dari liberalisme atau kapitalisme tetapi dari komunisme. Gerakan  Solidarność  di Polandia saat itu menunjukkan bahwa komunisme yang pernah menjadi bentuk solidaritas pekerja-pekerja industri dan pertanian bukan lagi dirasa solider dengan para pekerja itu. Serta merta solidaritas menjadi paham yang ramai dipakai juga di kalangan umat Kristen, a.l. dalam tulisan-tulisan Yohanes Paulus II yang tak lepas dari gerakan tadi,[1] dan lebih lagi dalam Teologi Pembebasan.[2]
Kalau pada kesempatan ini diminta untuk menjelaskan arti solidaritas dalam Perjanjian Baru, kita dapat bingung lagi. Mungkin ada yang terkesan bahwa solidaritas suatu kata Latin, tetapi dalam Vulgata dan seluruh Kamus Latin kuno tak pernah ada kata seperti itu. Juga dalam terjemahan Alkitab dalam pelbagai bahasa modern tak pernah ditemukan kata solidaritas, solidarity, solider, dll., kecuali sekali-sekali dalam beberapa terjemahan modern Perancis (FBJ, TOB). Solidaire dan solidarité memang merupakan kata-kata bentukan baru dalam bahasa Perancis modern[3] untuk menunjukkan suatu keutuhan (solide) kelompok orang yang saling bergantung dan bertanggung jawab satu sama lain.
Solidaritas telah menjadi paham penting dalam ilmu sosial, khususnya sejak Émile Durkheim. Dalam karyanya The Division of Labour in Society (asli 1893)[4] ia membedakan antara solidaritas mekanis dan organis. Yang pertama menunjukkan suatu kohesi dan integrasi berdasarkan homogenitas orang-orang (mis. karena pekerjaan, agama, kekerabatan, pendidikan, atau gaya hidup yang sama). Solidaritas serupa itu banyak ditemukan dalam masyarakat kecil dan sederhana, kelompok suku dan marga. Sedangkan solidaritas organis berasal dari saling ketergantungan yang muncul di tengah orang yang berbeda-beda dan saling melengkapi dengan spesialisasinya masing-masing. Kendati pekerjaan, kepentingan, dan nilai-nilai mereka dapat sangat berbeda, keutuhan masyarakat tergantung dari hal saling mengandalkan bahwa semua akan melakukan tugasnya yang khas. Solidaritas sebagai interdependensi dari bagian-bagian yang saling melengkapi ini lebih banyak ditemukan dalam masyarakat yang lebih kompleks, seperti misalnya masyarakat industri dan urban.
Apakah sudah terdapat salah satu bentuk solidaritas dalam Perjanjian Baru yang dapat menjiwai dan memberi terang kepada fenomen solidaritas sekarang? Kalau belum terdapat kata itu sendiri, apa kiranya padanannya yang terdekat dalam Perjanjian Baru? Beberapa terjemahan Perancis tersebut di atas dua tiga kali menggunakan solidaire dan solidarité untuk menerjemahkan kb. koinõnia, ks. koinõnos, dan kk. koinõneõ.[5]  Kelompok kata yang beberapa puluh kali digunakan terutama dalam surat-surat Perjanjian Baru (koinõnia 19 x; koinõnos 10 x; koinõneõ 8 x), dapat diselidiki secara khusus, tetapi tanpa a priori menjadi batas. Kendati jarang memakai akar kata koinõn- itu, ternyata karya Lukas memberi kesaksian sangat kuat akan suatu kenyataan yang sekarang akan kita sebutkan solidaritas. Maka setelah memeriksa kelompok kata yang mempunyai akar koinõn-, kita akan memberi perhatian lebih luas kepada solidaritas dalam surat-surat Paulus, dan selanjutnya memberi perhatian kepada tema itu dalam Lukas-Kisah.

Koinonia: Mengambil dan Memberi Bagian

Kelompok kata yang berakar koinõn- dikembangkan dari kata sifat koinos (14x dalam PB),[6] biasanya dipakai dalam arti “profan/najis” berlawanan dengan suci, kecuali beberapa kali dalam arti ‘bersama’.[7]  Bagi topik kita yang terpenting adalah Kis 2:44, “Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (eikhon hapanta koina); dan paralelnya dalam Kis 4:32, “tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (èn autois hapanta koina). Kedua kutipan itu jelas menunjuk kepada sesuatu yang sekarang disebut solidaritas; lebih-lebih karena keduanya disusul berita bahwa mereka juga menjual harta milik dan melalui para rasul membagi-bagikan hasilnya sesuai dengan kebutuhan orang, sehingga tak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka (2:45; 4:34). Gambaran jemaat perdana di awal Kisah Rasul-Rasul ini tetaplah salah satu kesaksian paling kuat tentang solidaritas dalam Perjanjian Baru.
Kutipan pertama diawali berita inti sari yang memuat paham koinõnia, “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan (koinõnia). Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (2:42). Solidaritas di sini dikatakan bersumber pada iman kepercayaan jemaat akan injil yang diwartakan para rasul dan yang menjadikan mereka suatu persekutuan yang sehati sejiwa dalam kasih (juga 4:41-42). Kendati praktik milik bersama juga ditemukan di antara kaum Eseni, dan ‘kepunyaan bersama” adalah istilah Yunani yang berasal dari hidup serta milik bersama dalam mazhab Pitagoras, namun motivasi yang dikemukakan dalam Kisah adalah unik, yakni injil tentang Yesus.
Kelompok kata yang akarnya koinõn- dalam surat-surat Perjanjian Baru sering kali berarti mengambil bagian / berbagi dalam sesuatu.[8]  Paulus memberinya suatu arti khas kristiani ketika ia berbicara tentang partisipasi dalam Kristus, suatu gagasan yang penting dalam warta keselamatan Paulus, a.l. juga dengan menyebut “persekutuan (koinõnia) dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita” (1Kor 1:9) yang adalah panggilan kita. Persekutuan dengan Kristus itu berarti juga persekutuan (koinõnos, koinõneõ) dalam penderitaan Kristus yang akan membuka jalan ke partisipasi dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya (Flp 3:10; 1Ptr 4:13).
Bangsa-bangsa bukan Yahudi “telah beroleh bagian (koinõneõ) dalam harta rohani orang Yahudi” (Rm 15:27), lalu mereka wajib juga melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka, untuk memenuhi ajakan Paulus: “berbagilah (koinõneõ) dengan orang-orang kudus yang berkekurangan” (Rm 12:13; TOB solidaire).
Dalam contoh terakhir kita melihat bahwa di samping arti yang lazim, “mengambil bagian dalam”, koinõneõ dalam Perjanjian Baru juga mendapat suatu arti tambahan yang jarang dalam bahasa Yunani umum, yakni “berbagi dengan” atau “memberi bagian kepada”. Dalam ayat sebelumnya (Rm 12:12) Paulus telah menyebut Makedonia dan Akhaya yang “telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan (koinõneõ) sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem” (Rm 15:26; TOB solidarité).  Dalam 2 Korintus, Paulus mengingatkan jemaat Korintus bahwa jemaat di Makedonia dengan kerelaan sendiri telah meminta dan mendesak, “supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan (koinõnia tês diakonias) kepada orang-orang kudus” (2Kor 8:4). Di sini mengambil dan memberi bagian betul-betul menyatu.   Sedikit kemudian Paulus menulis kepada umat Korintus bahwa orang kudus di Yerusalem akan memuji Allah “karena kemurahan hatimu dalam berbagi (koinõnia) dengan mereka dan dengan semua orang.” (2Kor 9:13). Yang menjadi tampak di sini adalah hal berbagi secara timbal-balik.
Hal timbal balik itu menjadi sangat eksplisit dalam Gal 6. Paulus mengajak, “baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi (koinõneõ) segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu” (6:6).  Guru dan murid saling berbagi. Dalam Gal 2, Yakobus, Kefas dan Yohanes, sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan (memberikan tangan kanan kepada) Paulus dan Barnabas sebagai tanda persekutuan (koinõnia) dalam pemberitaan injil, hal mana di jawab oleh Paulus dan Barnabas dengan janji mengusahakan kolekte bagi orang-orang miskin di Yerusalem (ay. 9-10).
Koinõneõ dapat serentak berarti mengambil dan memberi bagian (Flp 4:15; harfiah: “share with me in regard to giving and receiving”). Karena Paulus memberi bagian kepada jemaat-jemaat dalam injil, ia menurut paham solidaritasnya itu sesungguhnya berhak menerima support dari jemaat, kendati jarang mau menerimanya, kecuali dari jemaat Filipi ini. Solidaritas dalam arti partnership yang timbal balik juga tampak dalam hubungan antara Paulus dan Filemon (Flm 17); juga dalam pelayanan, seperti antara Paulus dan Titus (2Kor 13:13).
Menarik melihat bahwa dalam konteks pewartaan Injil dan jemaat kristiani, akar kata, koinõn-, yang aslinya berkonotasi ‘pasif’, “diberi bagian dalam” berkembang mendapat arti ‘aktif’, “memberi bagian kepada”, sehingga tercipta paham solidaritas dalam arti saling tergantung dan tanggung jawab timbal balik.



[1]     Gregory Braun and Robert Ellsberg, The Logic of Solidarity: Commentaries on Pope John Paul II Encyclical on Social Concern, Maryknoll: Orbis, 1990. Dalam Solicitudo rei socialis no 38, JP II menjelaskan solidaritas sebagai “tekad kuat dan terus menerus untuk melibatkan diri dalam kebaikan bersama (bonum commune): artinya, suatu komitmen bagi apa yang baik untuk semua dan setiap individu, sebab kita semua betul bertanggung jawab untuk semua.” Tema itu kembali dalam Laborem exercens (no8) dan Centesimus annus (no 43) dengan menekankan keaktipan bersama untuk mencapai kebaikan bersama. Yang baik bukan saja hasil lahiriah (mis. pembagian adil dari apa yang dibutuhkan) tetapi kerja sama untuk mencapai hasil yang baik itu. Berlawanan dengan sistem-sistem yang mendegradasikan manusia ke objek penerima, JP II menekankan subjektivitas masyarakat “melalui struktur-struktur partisipasi dan tanggung jawab bersama” (Centesimus annus no 46). Ia mendasarkan common good  pada solidaritas sebagai interdependensi yang otentik dari pribadi-pribadi, yang mengantar kepada persekutuan. R. Hittinger, “solidarity”, in NCE, vlm 13 (2002).
[2]     Jon Sobrino, dan Juan Hernández Pico, Teologi Solidaritas, terj Bosco Carvallo, Yogya: Kanisius, 1989.
[3]     Sejak abad 19; dari solide, Lat, solidus yang berarti padat, kompak, masif, dan juga seluruh, komplet. (http://www.etymonline.com/index.php?term=solidarity)
[4]     Terjemahan Inggris: London: The Free Press of Glencoe, 1964 (306.36 DUR d).
[5]     tai/j crei,aij tw/n a`gi,wn koinwnou/ntej  = solidaires des saints dans le besoin, (TOB Rom 12:13); koinwni,an tina. poih,sasqai eivj tou.j ptwcou.j  = manifester leur solidarité à l'égard des pauvres. (TOB Rom 15:26); tou/to de. koinwnoi. tw/n ou[twj avnastrefome,nwn genhqe,ntej  = devenus solidaires de ceux qui subissaient de tels traitements. (TOB FBJ Ibr 10:33); i[na mh. sugkoinwnh,shte tai/j a`marti,aij auvth/j( = de peur que, solidaires de ses fautes, vous n'ayez à pâtir de ses plaies ! (FBJ Why 4:18).
[6]     Dalam bahasa Yunani umum menunjuk kepada beberapa hal: yang dimiliki bersama (common), juga rekan, kawan (fellow); atau yang umum, atau yang biasa-biasa saja dalam arti kurang berharga.
[7]     Dalam Tit 1:4, “iman [kita] bersama”, Yudas 3, “keselamatan kita bersama
[8]     TDNT Abridged 449-450. Misalnya mengambil bagian / berbagi dalam kerja (Luk 5:10), hidup fana (Ibr 2:14), kodrat ilahi (2Ptr 1:4), kegelapan (2Kor  6:14), dosa (Ef 5:11), dll. Atau

Tidak ada komentar: